KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan
makalah yang berjudul ” Manajemen dan Manajer, Konflik dan Manajemen Perubahan
”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas Manajemen Umum. Pada kesempatan
ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami sebagai
penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................ 1
B. Rumusan Masalah 1................................................. 1
C. Rumusan Masalah 2................................................. 1
D. Manfaat Penulisan Makalah...................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN 1 (Manajemen dan Tugas
Manager)
A. Landasan Teori.................................................................. 2
B. Tingkatan Manajemen ...................................................... 2
C. Manajer-Manajer Fungsional Dan Umum..........................
3
D. Fungsi-Fungsi Yang Dilaksanakan
Manajer......................... 3
PEMBAHASAN 2 (Konflik dan Manajemen
Perubahan)
A. Landasan Teori.............................................................. 4
B. Teori-teori Konflik......................................................... 5
C. Definisi Konflik.............................................................. 7
D. Pandangan Mengenai Konflik......................................... 8
E. Sumber Konflik.............................................................. 8
F. Jenis Konflik.................................................................. 9
G. Kekuatan-kekuatan
yang Mendorong Perubahan.............. 11
H. Pendekatan-pendekatan
Mengelola Perubahan................. 13
I. Sasaran
Perubahan Organisasi........................................... 14
J. Penolakan
Terhadap Perubahan.......................................... 15
K. Mengatasi Penolakan
Terhadap Perubahan............................ 17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................. 19
B. Saran........................................................................ 19
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Manajemen merupakan suatu hal yang
mungkin tiap hari kita dengar dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam ruang
lingkup organisasi,
yang menjadi pertanyaanya kemudian
apakah yang dimaksud dengan manajemen itu, apa sih fungsi dari manajemen,
mengapa kita perlu mengetahui manajemen itu dan masih banyak lagi
pertanyaan-pertanyaan yang kan timbul jika kita berbicara tentang manajemen.
Dalam hal manajemen ternyata banyak sekali hal penting yang terdapat didalamnya,
B.
RUMUSAN
MASALAH 1
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas maka kami merumuskan;
1. Bagaimanakah tingkatan manajemen ?
2. Apakah yang dimaksud dengan
manajer-manajer fungsional dan umum ?
3. Bagaimanakah fungsi-fungsi yang
dilakasanakan oleh manajer ?
C.
RUMUSAN
MASALAH 2
1. Definisi konflik ?
2. Pandangan Mengenai Konflik ?
3. Sumber Konflik ?
4. Jenis-jenis Konflik ?
5. Kekuatan-kekuatan
yang Mendorong Perubahan
?
6. Pendekatan-pendekatan
Mengelola Perubahan
?
7. Penolakan
Terhadap Perubahan
?
8. Mengatasi
Penolakan Terhadap Perubahan
?
D.
MANFAAT
PENULISAN MAKALAH
Makalah ini dibuat dengan tujuan
agar kita sedikit banyaknya dapat mengetahui apa itu manajeman dan manajer, apa
itu konflik dan managemen perubahan sebagai bahan evaluasi dan sebagai bentuk
refersensi yang akan kita implementasikan kedepanya di dunia kerja.
BAB II
PEMBAHASAN 1
(Managemen Dan Tugas Manager)
A. LANDASAN TEORI
Defenisi
manajemen Berbicara tentang manajemen kita tidak akan lepas dari manusia karna
semua manusia pasrinya membutuhkan ilmu manajemen.
Yang
menjadi pertnyaan awalnya kemudian adalah apakakah defenisi dari manajemen itu?
sebenarnya itu menjawab pertanyaan ini sepertnya agak sulit karna ada banyak
filosof yang mengemukakan teorinya tentang manajemen.
Mary
Parker Follet mendefinisikan manajemen seni menyelesaikan pekerjaan melalui
orang lain. Stoner lebih memenemukan defenisi yang lebih kompleks manajeman adalah
proses perencanaan, pengorganisasian,pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi sumber daya-sumberdaya organisasi lainya untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
pengertian manajer Dari defenisi
manajemen diatas maka dapat di ambil sebuah acuan untuk , mendefenisikan
manajer. Manajer adalah perencana, pengorganisasi, pemimpin (pengarah) dan
pengawas. Dalam kenyataanya, manajer mengambil peranan yang lebih luas untuk
menggerakan organisasi menuju sasaran-sasaran yang telah di tetapkan.
B. TINGKATAN MANAJEMEN
Tingkatan manajemen dalam organisasi akan membagi manajer
menjadi tiga golongan :
1. Manajer lini – pertama. Tingkatan
paling rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga
operasional, disebut manajemen lini.
2. Manajer menengah. manajer menengah
dapat meliputi beberapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer menengah
membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan manajer lainnya dan juga dapat
langsung mengawasi karyawan operasional.
3. Manajer puncak. klasifikasi manajer
tertinggi ini terdiri dari sekelompok kecil eksekutif. Manajemen puncak bertanggung
jawab atas keseluruhan manajemen organisasi.
Perbedaan
tingkatan manajemen akan membedakan pula fungsi-fungsi manajemen yang
dilaksanakan. Ada dua fungsi utama manajemen, yaitu manajemen administratif dan
manajemen operatif. manajemen administratif lebih berurusan dengan penetapan
tujuan dan kemuduian perncanaan, penyususunan kepegawaian, dan pengawasan
kegiatan-kegiatan yang terkordinasi untuk mencapai tujuan. Sedangkan manajemen
operatif lebih mencakup memotivasi, dan komunikasi dengan karyawan untuk
mengarahkan mereka mencapai hasil yang efektif.
C. MANAJER-MANAJER FUNGSIONAL DAN UMUM
Dengan asumsi ruang lingkup kegitan
yang dikelola, para manajer dapat pula
diklasifikasikan sebagi manajer
fungsional dan manajer umum.
Manajer fungsional mempunyai
tanggung jawab hanya atas satu kegiatan organisasi, seperti produksi,
pemesaran, keungan, kepegawaian (personalia) atau akuntansi.
Pada tingkatan yang lebih tinggi
lagi, manajer umum mengatur, mengawasi, dan
bertanggung jawab atas satuan kerja
keseluruhan atau divisi operasi yang mencakup semua atu beberapa
kegiatan-kegiatan fungsional satuan kerja.
D. FUNGSI-FUNGSI YANG DILAKSANAKAN
MANAJER
Berbicara
tentang fungsi dari seorang manajer sebenarnya tidak banyak asumsi yang dapat
dijadikan sebuah bahan referensi untuk mengetahui fungsi-fungsi yang
dilakasanakan manajer. Salah satu ahli ekonomi Henry Fayol menyatakan bahwa
fungsi-fungsi manajemn itu adalah perencanaan, pengorganisasian, pemberian
perintah dan pengawasan adalah fungsi yang paling utama.
PEMBAHASAN 2
(Konflik
dan Manajemen Perubahan)
A. LANDASAN TEORI
Manajemen konflik merupakan
serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu
konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku)
dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai
pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi
konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika
ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen
konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga
dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin
atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat,
atau agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan
bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa
bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu
pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola
komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Fisher dkk (2001:7) menggunakan
istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi
secara keseluruhan.
Ø Pencegahan Konflik, bertujuan untuk
mencegah timbulnya konflik yang keras.
Ø Penyelesaian Konflik, bertujuan
untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
Ø Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk
membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif
bagi pihak-pihak yang terlibat.
Ø Resolusi Konflik, menangani
sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan
lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
Ø Transformasi Konflik, mengatasi
sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah
kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang
positif.
Tahapan-tahapan diatas merupakan
satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga
masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan
konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.
Sementara Minnery (1980:220)
menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan
perencanaan kota merupakan proses.
Minnery (1980:220) juga berpendapat
bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional
dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik
perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai
model yang representatif dan ideal.
Sama halnya dengan proses manajemen
konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota
meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik
(dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur
konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses
selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik,
serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam
mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks
perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik
baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
B. TEORI-TEORI KONFLIK
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab
konflik adalah:
Ø Teori hubungan masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang
terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda
dalam suatu masyarakat.
Sasaran : meningkatkan komunikasi dan saling pengertian
antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar
masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
Ø Teori kebutuhan manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh
kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau
dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas,
pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan
mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi
kebutuhan itu.
Ø Teori negosiasi prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang
tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang
mengalami konflik.
Sasaran : membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
Sasaran : membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
Ø Teori identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang
terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa
lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran : melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
Sasaran : melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
Ø Teori kesalahpahaman antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam
cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran: menambah
pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi
streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan
komunikasi antarbudaya.
Ø Teori transformasi konflik
Berasumsi
bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan
yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasaran : mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi,
Sasaran : mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi,
meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di
antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk
mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi,
pengakuan.
C. DEFINISI KONFLIK
Terdapat banyak definisi mengenai
konflik yang bisa jadi disebabkan oleh perbedaan pandangan dan setting dimana
konflik terjadi. Dibawah ini bisa terlihat perbedaan definisi tersebut:
Conflict
is a process in which one party perceives that its interests are being opposed
ora negatively affected by another party . Konflik merupakan suatu bentuk interaksi diantara
beberapa pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan .
Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka mengungguli yang lainnya .
Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka mengungguli yang lainnya .
Konflik merupakan sebuah situasi
dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi
mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak
mungkin dicapai oleh kedua belah pihak .
Konflik adalah perilaku anggota
organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain,
prosesnya dimulai jika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi
atau akan menghalangi sesuatu yang ada kaitan dengan dirinya atau hanya jika ada
kegiatan yang tidak cocok .
Di antara definisi yang berbeda itu
nampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan
atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan lain sebagainya. Terlepas
dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang
mengemuka dalam suatu organisasi saat terjadi konflik adalah saat individu atau
kelompok menunjukkan sikap “bermusuhan” dengan individu atau kelompok lain yang
berpengaruh terhadap kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi.
D. PANDANGAN MENGENAI KONFLIK
Terdapat tiga pandangan mengenai
konflik. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang berbeda mengenai
apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau justru harus diciptakan untuk
memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkompetisi
dan menemukan solusi yang terbaik. Pandangan itu adalah sebagai berikut :
1. Pandangan Tradisional (The
Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk.
Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari.
Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
2. Pandangan Hubungan Manusia (The
Human Relations View). Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan
peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik
harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi
peningkatan kinerja organisasi.
Pandangan Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.
Pandangan Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.
E. SUMBER KONFLIK
Terdapat beberapa hal yang
melatarbelakangi terjadinya konflik.
Agus
M. Hardjana
mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik , yaitu:
a. Salah pengertian atau salah paham
karena kegagalan komunikasi
b. Perbedaan tujuan kerja karena
perbedaan nilai hidup yang dipegang
c. Rebutan dan persaingan dalam hal
yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d. Masalah wewenang dan tanggung jawab
e. Penafsiran yang berbeda atas satu
hal, perkara dan peristiwa yang sama
f. Kurangnya kerja sama
g. Tidak mentaati tata tertib dan
peraturan kerja yang ada
h. Ada usaha untuk menguasai dan
merugikan
i.
Pelecehan
pribadi dan kedudukan
j.
Perubahan
dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas
tentang apa yang diharapkan darinya.
Stoner
menyatakan bahwa penyebab yang
menimbulkan terjadinya konflik adalah :
a. Pembagian sumber daya (shared resources)
b. Perbedaan dalam tujuan (differences
in goals)
c. Ketergantungan aktivitas kerja
(interdependence of work activities)
d. Perbedaan dalam pandangan (differences
in values or perceptions)
e. Gaya individu dan ambiguitas
organisasi (individual style and organizational ambiguities).
Robbins membedakan sumber konflik yang
berasal dari karakteristik perseorangan dalam organisasi dan konflik yang
disebabkan oleh masalah struktural.
Dari sini kemudian Robbins menarik
kesimpulan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan orang
lain dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja atau
interaksinya yang formal.
Konflik perseorangan ini disebut Robbins
dengan konflik psikologis. Untuk itulah Robbins
kemudian memusatkan perhatian pada sumber konflik organisasi yang bersifat
struktural. Sumber-sumber konflik yang dimaksudkan Robbins, yaitu:
a. Saling ketergantungan pekerjaan
b. Ketergantungan pekerjaan satu arah
c. Diferensiasi horizontal yang tinggi
d. Formalisasi yang rendah
e. Ketergantungan pada sumber bersama
yang langka
f. Perbedaan dalam kriteria evaluasi
dan sistem imbalan
g. Pengambilan keputusan partisipatif
h. Keanekaragaman anggota
i.
Ketidaksesuaian
status
j.
Ketakpuasan
peran
k. Distorsi komunikasi
F. JENIS KONFLIK
Terdapat berbagai macam jenis
konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada
yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada
yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik
dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
a. Konflik Dilihat dari Posisi
Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
Ø Konflik vertikal, yaitu konflik yang
terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam
organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
Ø Konflik horizontal, yaitu konflik
yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat
dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang
setingkat.
Ø Konflik garis-staf, yaitu konflik
yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan
pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
Ø Konflik peranan, yaitu konflik yang
terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling
bertentangan.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang
Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik,
Stoner membagi konflik menjadi lima macam , yaitu:
Ø Konflik dalam diri individu
(conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus
memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang
melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut
Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan .
Ø Konflik antar-individu (conflict
between individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang
satu dengan individu yang lain.
Ø Konflik antara individu dan kelompok
(conflict between individuals and groups). Terjadi jika individu gagal
menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
Ø Konflik antar kelompok dalam
organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik
ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan
masing-masing berupaya untuk mencapainya.
Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
Ø Konflik antar organisasi (conflict
among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh
organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam
perebutan sumberdaya yang sama.
c. Konflik Dilihat dari Fungsi
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua
macam, yaitu:
Ø konflik fungsional (Functional
Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian
tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
Ø konflik disfungsional (Dysfunctional
Conflict).
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi
pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional .
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional .
G. KEKUATAN-KEKUATAN
YANG MENDORONG PERUBAHAN
Perubahan
organisasi/ organizational change mengacu
pada perubahan yang tidak terencana maupun perubahan terencana dalam struktur
organisasi, teknologi dan orang-orang. Sebagian organisasi menganggap perubahan
sebagai kejadian yang kebetulan. Perubahan terencana mengacu pada
aktivitas-aktivitas perubahan yang disengaja dan terarah pada tujuan tertentu.
Tujuan perubahan terencana, yaitu meningkatkan kemampuan organisasi dalam
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan mengubah perilaku
karyawan.
Dewasa ini,
pemimpin organisasi tidak hanya dituntut untuk luwes dan mampu beradaptasi
dengan perubahan lingkungan yang begitu cepat, tetapi juga mampu untuk
mengantisipasi berbagai bentuk perubahan serta secara proaktif menyusun program
perubahan yang diperlukan. Organisasi berhadapan dengan banyak kekuatan yang
mendorong perlunya perubahan. Kekuatan-kekuatan untuk melakukan perubahan dapat
berasal dari dua sumber, yakni sumber internal dan sumber eksternal (Kreitner
dan Kinicki, 2005).
1. Kekuatan
internal. Kekuatan ini berasal dari dalam organisasi. kekuatan-kekuatan internal untuk melakukan
perubahan dapat berasal dari masalah sumber daya manusia dan perilaku/
keputusan manajerial. Masalah-masalah sumber daya manusia meliputi kebutuhan
karyawan yang tidak terpenuhi, ketidakpuasan kerja, absensi, dan perputaran
karyawan yang tinggi, rendahnya produktivitas, serta partisipasi/ saran.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku atau keputusan manajerial
mencakup munculnya konflik,
kepemimpinan, sistem penghargaan, dan
reorganisasi struktural.
2. Kekuatan
eksternal. Kekuatan eksternal berasal dari luar organisasi. Kekuatan eksternal
yang memiliki pengaruh untuk melakukan perubahan meliputi:
Ø Karakteristik
demografi, antara lain perubahan tenaga kerja yang lebih beragam dan adanya
kepentingan bisnis untuk mengelola keragaman secara efektif.
Ø Kemajuan
teknologi, yaitu adanya pengembangan dan penggunaan teknologi informasi
merupakan salah satu faktor yang mendorong perubahan pada berbagai organisasi
diseluruh dunia.
Ø Perubahan
pasar, yaitu munculnya perubahan ekonomi global menuntut setiap perusahaan
untuk mengubah strategi bisnis mereka.
Ø Tekanan sosial
dan politik, yaitu tekanan-tekanan yang diciptakan oleh peristiwa sosial dan
politik.
H. PENDEKATAN-PENDEKATAN
MENGELOLA PERUBAHAN.
Perubahan dalam
organisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa pendekatan dapat
digunakan oleh pimpinan organisasi untuk mengelola perubahan yang terencana. Pendekatan-pendekatan
yang dapat digunakan untuk mengelola perubahan terdiri dari:
1. Mengelola
perubahan melalui penggunaan kekuasaan. Dalam pendekatan ini pimpinan atau
manajer organisasi dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anggota
organisasi melakukan perubahan. Melalui kekuasaan tersebut, para manajer dapat menggunakan pengaruh
mereka yang begitu besar dalam suatu organisasi.
2. Mengelola
perubahan melalui alasan. Penggunaan alasan untuk melakukan perubahan
didasarkan pada penyebaran informasi sebelum perubahan didasarkan pada
penyebaran informasi sebelum perubahan yang diinginkan dilakukan. Pendekatan
ini mengasumsikan bahwa alasan akan menang dan individu-individu atau kelompok
akan membuat pilihan yang rasional untuk melakukan perubahan.
3. Mengelola
perubahan melalui pendidikan kembali. Secara tidak langsung, pendidikan kembali
dapat diartikan sebagai suatu sekumpulan kegiatan yang mengakui bahwa bukan
kekuasaan dan bukan pula alasan yang dapat menghasilkan perubahan. Sekumpulan
kegiatan ini merupakan esensi dari pengembangan organisasi. secara tidak
langsung, pengembangan organisasi dapat diartikan sebagai strategi pendidikan
kembali, yang normatif, dengan maksud untuk memberikan dampak pada keyakinan,
nilai dan sikap di dalam organisasi, sehingga dapat beradaptasi secara lebih
baik terhadap percepatan perubahan teknologi, lingkungan industri, dan
masyarakat secara umum. Disamping itu, pengembangan organisasi dapat mencakup
restrukturisasi organisasi formal, yang sering dimulai, difasilitasi dan didorong
oleh perubahan-perubahan normatif dan perilaku.
Selain pendapat
di atas, ada juga pendapat lain mengenai pengelolaan perubahan.
1. Proses perubahan reaktif. Manajemen bereaksi atas tanda-tanda bahwa perubahan dibutuhkan,
pelaksanaan modifikasi sedikit demi sedikit untuk menangani masalah tertentu
yang timbul. Sebagai contoh, bila peraturan baru dari pemerintah mensyaratkan
perusahaan untuk mempunyai perlindungan terhadap kebakaran, maka manajer
mungkin akan membeli alat pemadam kebakaran.
2. Program perubahan yang direncanakan (planned
change), disebut sebagai proses proaktif.
Manajemen melakukan berbagai investasi waktu dan sumberdaya lainnya yang
berarti untuk menguibah cara-cara operasi organisasi. Perubahan yang
direncanakan ini didefinisikan sebagai perancangan dan implementasi inovasi
struktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu perubahan dalam
filsafat, iklim dan gaya pengoperasian secara sengaja. Pendekatan ini tepat bila keseluruhan organissi, atau sebagian besar satuan
organisasi, harus menyiapkan diri untuk atau menyesuaikan dengan perubahan.
Di dalam proses perubahan, terdapat seorang atau individu yang bertanggung
jawab atas peranan kepemimpinan dalam proses pengelolaan perubahan. Individu ini disebut dengan “Change Agent” (pengantar perubahan). Sedangkan
individu atau kelompok yang merupakan sasaran perubahan disebut “sistem klien”.
Pengantar perubahan ini dapat berasal dari para anggota organisasi atau dapat
sebagai konsultan dari luar organisasi.
Leavitt (1964), menyatakan bahwa organisasi dapat diubah melalui pendekatan struktur,
pendekatan teknologi, dan pendekatan orang-orangnya. Pendekatan struktur adalah
yang menyangkut aplikasi prinsip-prinsip perancangan organisasi yang misalnya:
desentralisasi, tanggung jawab jabatan, garis wewenang yang tepat, penciptaan
pembagian kerja dan lain-lain. Pendekatan teknologi berkaitan
dengan diubahnya teknik-teknik yang dipakai denga teknologi baru; perubahan ini
dapat membawa konsekuesi pula pada perubahan struktur organisasi (menjadi
pendekatan tekno-struktur). Bila pendekatan struktural dan teknik bermaksud
untuk memperbaiki prestasi kerja organisasi melalui pengubahan situasi kerja
yang tepat, maka pendekatan-pendekatan orang dimaksudkan untuk mengubah secara
langsung perilaku karyawan melalui pemusatan dan ketrampilan, sikap, persepsi
dan pengharapan mereka sehingga diharapkan akan melaksanakan tugas dengan lebih
efektif.
I. SASARAN PERUBAHAN
ORGANISASI
Sasaran utama
perubahan dalam organisasi terdiri dari perubahan sikap dan keterampilan kerja,
perubahan peran kerja, teknologi dan strategi kompetitif.
1. Perubahan sikap
dan keterampilan kerja. Pendekatan yang fokus pada sikap melibatkan perubahan
sikap dan nilai-nilai dengan daya tarik persuasif, program pelatihan,
pembentukan team, dan program perubahan budaya. Pendekatan pada perubahan
keterampilan teknis atau antar pribadi
dapat dilakukan dengan program pelatihan. Melalui perubahan sikap dan
keterampilan teknis atau antar pribadi dapat dilakukan dengan program
pelatihan. Melalui perubahan sikap dan keterampilan ini, diharapkan akan
terjadi perubahan perilaku dengan cara yang lebih menguntungkan dan individu
yang berubah tersebut dapat menjadi agen, serta memindahkan visi kepada
individu lain di dalam organisasi.
2. Perubahan peran
kerja. Pendekatan pada perubahan peran kerja dapat dilakukan antara lain dengan
cara merancang kembali pekerjaan karyawan dengan aktivitas dan tanggung jawab
berbeda, reorganisasi arus kerja, memodifikasi hubungan otoritas, mengubah
kriteria dan prosedur evaluasi kerja serta mengubah sistem penghargaan. Melalui
perubahan peran kerja ini diharapkan individu akan mengubah cara bertindak dan
sikap mereka sesuai dengan cara baru, serta berperilaku lebih efektif sesuai
dengan tuntutan peran baru, yang dikuatkan dengan sistem evaluasi dan
penghargaan.
3. Teknologi.
Pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan peralatan baru dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan, merancang kembali fasilitas fisik, serta sistem
informasi dan pendukung keputusan baru.
4. Strategi
kompetitif. Perubahan strategi ini biasanya menuntut perubahan secara konsisten
terhadap individu-individu, peran kerja dan teknologi. Pendekatan yang fokus
pada perubahan strategi ini misalnya perusahaan meluncurkan produk baru,
memasuki pasar baru, pemasaran melalui internet, membentuk joint venture dan
memodifikasi kerjasama dengan pemasok.
J. PENOLAKAN
TERHADAP PERUBAHAN.
Temuan salah
satu pakar perilaku organisasi menyatakan bahwa organisasi dan para anggotanya
cenderung menolak perubahan. Penolakan terhadap perubahan ini tidak selamanya
bersifat merugikan, tetapi juga menguntungkan. Keuntungan dari penolakan
terhadap perubahan antara lain stabilitas organisasi terjamin sehingga perilaku
anggota organisasi lebih mudah diramalkan dan diarahkan, sedangkan kerugiannya
adalah organisasi tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan eksternal yang
selalu dinamis. Penolakan terhadap perubahan dapat bersifat terbuka, dapat
bersifat implisit, dapat tampak dengan segera dan dapat pula tidak tampak.
Penolakan
terhadap perubahan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu penolakan individu dan
penolakan organisasi. individu menolak karena:
Ø Takut
kehilangan posisi, status, kekuasaan, kewenangan, dan kualitas hidup.
Ø Ancaman
ekonomi, yaitu hilangnya pendapatan dan pekerjaan.
Ø Ancaman
terjadinya perubahan hubungan pertemanan, interaksi dan rutinitas.
Ø Ketakutan
terhadap ketidaktahuan yang didatangkan oleh perusahaan. Ketidakmampuan
meramalkan secara pasti mengenai desain organisasi, manajer, atau sistem
kompensasi yang baru dapat menimbulkan penolakan alamiah.
Ø Gagal untuk
mengakui atau diinformasikan mengenai kebutuhan untuk berubah
Ø Disonansi
kognitif atau ketidaksesuaian muncul karena individu dihadapakan dengan orang,
proses, sistem, teknologi atau pengharapan baru.
Ø Individu takut
karena mereka kurang kompeten untuk berubah.
Pada tingkat
organisasi, sumber-sumber penolakan biasanya terletak di dalam susunan
struktural organisasi itu sendiri. Penolakan pada tingkat organisasi umumnya
karena faktor-faktor berikut:
Ø Inersia
struktural. Organisasi biasanya memiliki mekanisme tertentu seperti proses
seleksi dan aturan-aturan formal untuk menciptakan stabilitas. Ketika
organisasi dihadapkan pada suatu perubahan, maka inersia struktural ini
bertindak sebagai kekuatan untuk menjaga keseimbangan yang mencoba
mempertahankan stabilitas.
Ø Fokus perubahan
yang terbatas. Organisasi terdiri dari sub sistem-sub sistem yang saling
tergantung satu sama lain. Satu sub tidak mungkin diubah tanpa memperngaruhi
yang lain. Ketika perubahan hanya terbatas pada beberapa sub sistem saja, maka
cenderung diingkari oleh sistem yang lebih besar.
Ø Inersia
kelompok. Ketika individu-individu ingin mengubah perilaku mereka, norma-norma
kelompok sering menjadi penghambat.
Ø Ancaman
terhadap keahlian. Perubahan yang terjadi dalam organisasi sering mengancam
posisi istimewa suatu kelompok yang memiliki keahlian tertentu.
Ø Ancaman
terhadap relasi kekuasaan yang sudah mapan. Setiap redistribusi wewenang
pengambilan keputusan sering mengancam relasi kekuasaan yang sudah lama ada
didalam organisasi.
Ø Ancaman
terhadap alokasi sumber daya. Kelompok-kelompok dalam suatu organisasi yang
memiliki kendali atau wewenang untuk mengalokasikan sumber daya dalam proporsi
yang lebih sering menganggap perubahan sebagai suatu ancaman sehingga mereka
cenderung melakukan penolakan.
K. MENGATASI
PENOLAKAN TERHADAP PERUBAHAN.
Ada suatu
anggapan bahwa individu cenderung menolak perubahan jika perubahan tersebut
tidak menguntungkan bagi dirinya. Mereka lebih suka situasi aman yang lebih
menguntungkan dirinya. Individu menolak perubahan dikarenakan berbagai faktor.
Oleh sebab itu kecenderungan menolak perubahan ini perlu dikurangi atau
dihilangkan. Ada sejumlah strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi
penolakan terhadap perubahan, yaitu:
1. Pendidikan dan
komunikasi. Pendidikan merupakan
penyebaran pengetahuan kepada para anggota organisasi. pendidikan dan pelatihan
merupakan strategi paling dasar untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan.
Apabila penolakan terhadap perubahan itu terjadi karena lemahnya komunikasi dan
kesalahan informasi, maka perlu dikembangkan strategi komunikasi yang efektif
kepada seluruh anggota organisasi, sehingga mereka dapat memahami perlunya
perubahan.
2. Partisipasi dan
keterlibatan. Strategi ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada
para anggota organisasi untuk terlibat sejak awal dalam proses perencanaan
perubahan, khususnya kepada individu yang berpotensi menolak perubahan. Asumsi
dari strategi ini adalah bahwa para anggota organisasi memiliki keahlian yang diperlukan untuk memberikan
kontribusi kepada proses perubahan organisasi dan bertindak secara jujur.
3. Dukungan dan
kemudahan. Pemberian berbagai jenis keterampilan yang bersifat mempermudah dan
mendukung proses perubahan merupakan strategi lain untuk mengurangi penolakan
perubahan. Strategi ini tepat jika penolakan perubahan disebabkan oleh rasa
ketakutan dan kekawatiran. Penolakan terhadap perubahan dapat dicegah dengan
memberikan dukungan dan bantuan, melalui program-program bimbingan, pemberian
waktu setelah periode sulit, dan dukungan emosional.
4. Negosiasi dan persetujuan.
Strategi ini menyarankan agar pengambilan inisiatif perubahan menyesuaikan
perubahan dengan kebutuhan atau kepentingan para individu yang menolak
perubahan. Oleh sebab itu perlu dilakukan negosiasi dan persetujuan dengan para
individu yang menolak perubahan, misalnya dengan serikat pekerja.
5. Manipulasi dan
kooptasi. Manipulasi adalah upaya terselubung untuk mempengaruhi orang lain.
Manipulasi sering dilakukan dengan cara-cara yang melanggar etika, dengan
memutarbalikan fakta sehingga yang terjadi digambarkan sedemikian rupa agar
menarik, tidak menyampaikan informasi yang tidak diinginkan pihak lain, dan
menyebarkan desas-desus sedemikian rupa sehingga para anggota organisasi
bersedia menerima perubahan. Misalnya para manajer mengancam akan melakukan
pemutusan hubungan kerja jika karyawan tidak bersedia menerima kebijakan
kompensasi perusahaan. Apabila ancaman PHK ini ternyata tidak benar, maka yang
terjadi adalah manipulasi. Kooptasi merupakan strategi gabungan antara
manipulasi dan partisipasi. Kooptasi dilakukan dengan cara melibatkan kelompok
“pembangkang” dakam proses penambilan keputusan untuk mendapatkan dukungan.
6. Menciptakan
organisasi pembelajaran. Organisasi pembelajaran merupakan organisasi yang
memiliki kapasitas, ketangguhan, dan fleksibilitas untuk berubah. Dalam
organisasi pembelajaran ini, para anggota organisasi membagi ide, membuat
rekomendasi, dan berpartisipasi secara sukarela di dalam perubahan dari awal.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ø Dari pembahasan di atas mengenai
manajemen dan manajer maka dapat disimpulakan bahwa manajemen dan manajer itu
saling bersingkronisasi satu sama lain. Karena tak dapat di pungkiri bahwa jika
kita membasan manajemen maka kiata juga pasti akan membahas menegenai manajer.
Nah sebagai Ending dari pembahasan ini maka kita dapat mengambil sebuah asumsi
yang dapat di jadikan refesensi bersama untuk di jadikan bahan manivestasi di
dunia kerja nantinya.
Ø Konflik dapat terjadi dalam
organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus
mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan
organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya
konflik.
Terdapat
banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu
mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang
sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan
konflik yang baik maka akn diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam
konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi.
Ø Manajemen Perubahan yaitu meningkatkan
kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada
lingkungan dan mengubah perilaku karyawan
B. SARAN
Kita
sebagai pemuda calon penerus bangsa harus memiliki jiwa kepemimpinan yang berkualitas
untuk bersaing di dunia kerja yang semakin ketat ini.
Oleh
karena itu kita harus mempersiapkan diri kita dari sekarang, kita harus
memperluas jaringan, memperbayak refensi dan tentunya yang paling itama ada
modal etika.
Download Makalah lengkapnya dibawah
Download file presentasinya (.ppx) Disini
1 komentar:
The Best Casinos in San Jose, CA | Mapyro
Mapyro San Jose, CA · Fun Funzpoints Casino is the casino 하남 출장샵 on 경기도 출장마사지 San Jose's South Shore. · 안동 출장마사지 San Jose Casino 서울특별 출장마사지 · Funzpoints is the casino 경주 출장마사지 and destination for those who love to
Posting Komentar